Rabu, 12 Juni 2013

Kepemudaan Sosial Versus Matematis

Organisasi Kepemudaan Menata Kecerdasan Sosial, Tapi Mematikan Kecerdasan Matematis

Organisasi kepemudaan adalah lembaga yang menghimpun segenap potensi anak muda baik mahasiswa maupun anak sekolah yang masuk kategori pemuda bahkan mereka yang tidak menjadi anak terdidik. Organisasi kepemudaan ini berdiri bersama dengan visi dan stgruktur kepemimpinan, budaya dan model aktualisasi ide dan gagasanya. Bentuk dari organisasi ini lebih banyak berkaitan dengan lembaga HMI, IMM, PMII, Bem dan lembaga organisasi kedaerah serta yang sejenis dari hal tersebut.

Pemuda yang terhimpun di dalamnya menjalani proses kaderisasi, interaksi dan uji kemampuan meminpin dengan adanya struktur kepemimpinan yang di tata melalui forum-forum kongres dan pengambilan kebijakan strategis lainnya.Pendidikan dalam sistem perkaderan dan rekrutmen tercipta melalui proses ideologisasi, prosesnya dengan mengikuti tahapan perkaderan 1, perkaderan 2 dan tahapan selanjutnya perkaderan sosial dan keterampilan lainnya. Dari proses tersebut terjadi konsolidasi pemikiran, pembentukan watak, mental, tradisi dan kemampuan yang lebih dari pemuda yang tidak berorganisasi. Disinilah peran penting organisasi kepemudaan sebagai pembentuk karekater dan kualitas anak muda di Indonesia.

Dalam kepanitian anak muda yang tergabung dalam sebuah organisasi kepemudaan terlatih melakukan menajemen kepemimpinan dan koordinasi. Seorang ketua panitia dilatih melakukan koordinasi dengan panitia lainnya, pembagian tugas sehingga tercipta peran masing-masing. Ada yang mencari dana dengan melakukan registrasi para calon penyumbang dan sekmen mana yang bisa mensupportnya, ada juga yang melakukan konsolidasi calon peserta dan undangan agar kegiatan terjadi dengan efektif dan efisian, ada juga yang menjadi pengatur pemateri dan penjadwalan kegiatan sesuai kepentingan organisasi, ada juga mengerjakan semuanya, campur aduk sama rasa dengan berbekal manajemen Tukang Sate, dia yang buat, dia yang masa, dia yang jual dan dia yang bagi bahkan dia yang makan. Ini menjadikan anak-anak aktivis memahami bagaimana proses konsolidasi secara massif terjadi.

Sementara dalam proses penataan kepengurusan mereka akan membagi tugas sesuai bidang garapan, atau sesuai kebutuhan struktur pengurus. Tidak selamanya sesuai profesi karena pemikiran lebih banyak berorientasi strategis tidaknya sebuah kelembagaan. Penentuan pengurus dan setelah terbentuk, ada yang bersifaf kolektif dengan memasukkan semua faksi yang berbeda, ada juga yang dominan satu kelompok keduanya masing-masing memiliki keuntungan. Jika organisasi dibentuk dari sisi politik, maka kepengurusan yang bersifat kolektif akan membentuk kekuatan eksternal yang baik namun jika gagal konsolidasi internal akan terjadi pecahan berbahaya sementara ketunggalan kepengurusan sehingga tidak terjadi proses dialogis denganh semua komponen di dalamnya, kepengurusan akan lemah ke luar baik konsolidasi isu maupun pressur gerakan. Sementara pada konteks eksternal akan ada banyak kritikan, disini organisasi akan banyak mengurus urusan dapur karena banyaknya kritikan yang sifatnya ke dalam.

Berbeda dengan organisasi perkaderan model apapun strukturnya akan selalu melihat kepentingan logika perkaderan. Jika kepengurusan sifatnyan kolektif kolegia maka akan terbentuk banyak kader pemimpin hasil kepengurusan sebab banyaknya terlibat dalam berbagai isu strategis melibatkan lembaga. Sementara untuk konteks kepengurusan yang sifatnya terbatas dan sempit akan membuat organisasi lebih konsen ke internal karena sedikitnya personil. Meski kelihatan ideal konsep ini namun mewujudkan kepemimpinan yang baik dan kuat sulit tercapai sepenuhnya.

Selanjutnya dalam berbagai aktivitas keorganisasian isu-isu yang berkembang adalah, isu sosial, lingkungan, pendidikan, hukum dan seluruh komponen yang berkaitan dengan sosial politik. Ini isu dominan dari seluruh organisasi kepemudaan yang pernah penulis amati. Aktivis mahasiswa telah diproduk untuk menjadi agend of change, perubah sosial, social of contro, kontrol sosial atas penyimpangan dan yang terkhirmoral of force, membangun tatanan moralitas dilihat dari peran sosialnya.

Aktivis kepemudaan, mahasiswa yang tidak peka terhadap situasi terkini, sosial akan dikecam tidak aktiv, pasif dan dianggap membangkan dari aliran pemikiran dasar kelembagaan. Bahkan aktivis yang tidak kritis hanya selalu dilihat dari sisi pragmatis sehingga mahasiswa mau tidak mau harus mengarahkan seluruh kajian dan aspek progresnya pada perjuangan sosial kemasyarakatan.

Untuk menunjang perjuangan tersebut maka mahasiswa meguatkan training politik, advokasi, sosial pendidikan bahkan langsung melakukan studi kasus. Semua proses konsolidasi pengetahuan tersebut menempatkan kemampuan mahasiswa diarahkan pada aspek kemampuan sosial, bagaimana mengamati proses politik, membentuk pola gerakan dan meresponnya secara bijak dengan bentuk aksi, selebaran maupun diskusi seminta semuanya bertumpu pada isu-isu sosial politk.

Pemasungan Kemampuan Matematik dalam Organisasi Kepemudaan
Atas proses awal perkaderan dan konsolidasi sosial baik dalam bentuk aktivitas di kepengurusan maupun kepanitian semuanya memaksa cara pandang mahasiswa harus menjadi manusia sosial secara utuh. Analisa kasus tersebut, proses perkaderan dan rekrutmen awal membentuk kader ideologis sesuai pandangan organisasi. proses ini dengan menghadirkan materi-materi penunjang baik penegasan idealisme perjuangan lembaga, arah politik maupun penguatan analisis soal-soal yang berkaitan dengan gerakan kepemudaan. semua mengarahkan pada arah yang sangat ekstrim yakni gerakan kepemudaan dan tanggungjawab sosial yang sifatnya konsolidatif.
Disisi lain desain kepengurusan dan isu berkembang menjadi tertentukan dari sisi perjuangan sosial, semua isu kepengurusan adalah merupakan manifestasi roh gerakan sosial bahkan model yang dikembangkan di dalam struktur menempatkan logika ANSOS (analisis sosial) menjadi dasarnya dengahn muatan teoritik Marx, peran para nabi atau teori sosial perubahan. Teori Darwin yang sifanta evolusioner sedikit banyak tidak menjadi menarik dalam diskursus kepengurusan maupun pembentukan watak kader.

Kondisi ini menjauhkan anak muda, mahasiswa semakin tidak memahami ilmu-ilmu eksakta. Anda akan muda menemukan aktivis pergerakan tidak tau rumus matematika meski tetap ada tetapi jumlahnya terbatas dibanding pengetahuan sosial yang sangat menonjol. Bahkan banyak aktivis yang sebelum bergabung dalam organisasi kepemudaan yang punya pengetahuan eksakta seperti matematika menjadi sedikit demi sedikit tertutupi oleh kajian sosial, sampai akhirnya tidak diingat lagi.

Kajian dan ranah serta peran organisasi kepemudaan itulah yang membuatnya jauh dari rumus eksakta padahal ini juga penting dalam kehidupan apalagi jika kita memasuki sepenuhnya era profesional tahun 2015-2025. Peran organisasi membuat seluruh komponen terarah kesana sementara tradisi yang berkembang memang sudah demikian adanya, sudah menjadi mutlak diskursus sosial menjadi domain utamanya. Kondisi tersebut membuat nalar eksakta dalam kepengurusan di bungkam, mereka yang memiliki bakat eksakta harus berfikir, 1. meninggalkan organisasinya, 2. tetap di organisasinya tapi mengabaikan bakat eksaktanya, 3 tetap diorganisasinya dengan mengdepankan kajian-kajian eksakta yang pasti tidak akan menarik bagi yang lain.

Hal yang ketiga dari muatan di atas, orang yang punya kemampuan ilmu eksakta namun tidak punya penampungan harus membangun tradisi sendiri dalam organisasi, membuat kelompok diskursus di luar lembaga atau membantuk lembaga kekaryaan minimal meredam ketiadaan arah penguatan kemampuan ilmu eksakta dalam organisasi.

banner
Previous Post
Next Post

0 komentar: